Rabu, 03 Juni 2009

Bagaimana Anda memandang pekerjaan Anda sekarang?

Bagaimana Anda memandang pekerjaan Anda sekarang? Ada yang menarik dengan apa yang disampaikan seorang rektor termuda Indonesia saat ini, Anis Baswedan, pada acara Kick Andy tadi malam (22 Mei 2009), tentang bagaimana ia membuat kriteria pekerjaan yang diidamkannya: pertama, pekerjaan itu harus memungkinkan adanya intellectual growth; kedua, pekerjaan harus bisa membantu menjalankan peran dalam keluarga dengan baik; ketiga, pekerjaan itu harus memungkinkan untuk memberikan pertanggungjawaban moral kepada masyarakat. Mungkin sudah bukan masanya kita mencari pekerjaan, tetapi bagaimana kita memandang pekerjaan kita kini.

Intellectual growth

Pekerjaan apa pun semestinya memang memberikan kesempatan kita untuk menjadi lebih well-informed, paling tidak, pada situasi terkini. Terlepas apakah informasi itu berhubungan langsung dengan pekerjaan kita atau tidak. Buat saya, kapasitas kita sebagai pribadi pembelajar harus terus diberi asupan yang baik sehingga kapasitas itu bisa ditingkatkan dan diperlebar. Orang yang ahli di bidangnya itu penting, tetapi untuk menjadi ahli di bidangnya, kita perlu usaha dan kemauan untuk menjadi seberapa ahli kita nantinya. Ahli di bidangnya akan menjadi kendala mana kala kita ternyata tidak terlalu bisa memberi bantuan kepada orang lain untuk memecahkan masalahnya. Oleh karena itu, kita mesti membangun kebutuhan untuk meningkatkan pertumbuhan intelektualitas kita. Buku, pergaulan dengan orang lain dari kalangan yang berbeda, pengalaman bermain dan berinteraksi dengan alam dan lingkungan, serta sumber-sumber ilmu lainnya penting kita jadikan alat untuk mengupgrade keilmuan kita.

Tanggung jawab atas peran dalam keluarga

Pekerjaan seharusnya memberikan imbalan yang bisa membantu pelaksanaan peran kita dalam keluarga. Imbalan disini, kalau menurut Anis, adalah income. Tetapi buat saya imbalan itu bisa diperluas artinya, bukan saja soal income. Passion, semangat bekerja keras, kesungguhan atau segala yang baik yang diperlukan dalam bekerja bisa dimanfaatkan sebagai investasi teladan bagi anak-anak kita.

Tanggung jawab terhadap masyarakat

Yang disebut masyarakat di sini ya bisa siapa saja, tergantung passion kita ada dimana. Saya sepakat bahwa pekerjaan yang kita tekuni harus memberikan nilai positif terhadap orang lain dan lingkungannya (termasuk alam sekitarnya). Sudah jelaslah bahwa ada pertanggungjawaban sosial atas pekerjaan kita terhadap masyarakat sekitar. Ide, keahlian, kemampuan, cara dan semangat bekerja, bisa disumbangkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga lebih banyak orang akan mendapatkan manfaat dari keahlian kita.

Lalu, bagaimana dengan pekerjaan Anda?

Urusan pertama dan kedua, menurut saya, adalah tanggung jawab pribadi terhadap profesi. Kebutuhan setiap orang tidak sama, dan cara pencapaiannya pun sangat unik untuk masing-masing pribadi. Bagaimana dengan yang ketiga? Sebagai pengajar di sekolah yang dianggap bagus, saya rasa keseimbangan perlu dicapai. Passion kita terhadap dunia pendidikan perlu dijaga, bahwa murid yang tidak seperti murid-murid kita saat ini, artinya yang tidak mampu mengakses sarana dan kesempatan belajar yang baik, terlampau banyak jumlahnya. Mereka ada di sekitar kita, mereka juga bagian dari masyarakat dimana kita tinggal. Sangat sulit untuk menjangkau mereka bila kita hanya seorang diri dengan passion itu. Maka kalau perusahaan mempunyai divisi yang disebut CSR (Corporate Social Responsibility), yaitu divisi yang dipakai perusahaan untuk membantu masyarakat luas sebagai bentuk pertanggungjawaban sosialnya, lalu mengapa tidak kita buat TSR (Teachers’ Social Responsibility) sebagai wadah yang sama? Caranya? Ada banyak cara, yang paling penting adalah seberapa penting wadah ini bagi kita sebagai pendidik. Kalau penting, mari kita diskusikan cara konkretnya…

Catatan kecil dari sebuah reuni kecil

Tulisan ini murni hasil perenungan asal-asalan sepulang saya dari menghadiri sebuah reuni kecil dengan teman-teman SMA. Hanya ingin berbagi dan mengkomunikasikan apa yang saya rasakan sebelum, ketika dan sesudah pertemuan.
Sebelum
Sebelumnya saya tidak terlalu tertarik dengan acara ngumpul-ngumpul karena sebagai seorang ibu kadang saya merasa agak bersalah meninggalkan anak-anak saya untuk sesuatu yang tidak berbau kerjaan. Tetapi beberapa perbincangan awal dengan beberapa teman melalui facebook, sms, atau telepon berhasil membangkitkan keinginan saya untuk menghadiri pertemuan ini. Niatnya jelas, bertemu secara fisik setelah bertahun-tahun lamanya tidak copy darat. Beruntung Konyak mau menjemput di stasiun Pasar Minggu, karena soal jarak dan akses sebelumnya menjadi salah satu pertimbangan untuk tidak menghadiri pertemuan itu. Untung saya nekat.

Ketika
Awal yang menyenangkan karena berhasil bertemu Konyak tanpa susah payah. Dan merasa senang sekali karena wujud Konyak ternyata jauh lebih menyenangkan sekarang ketimbang dulu! Kelihatan lebih segar, sehat, berisi (lemak), dan tidak jauh dari tampang politisi2 yang pernah ada di tivi (pasti Konyak senang sekali dengan komentar terakhir….). Datang jauh lebih awal dari teman-teman yang lain sangat menyenangkan karena bisa ngobrol seenaknya dengan Konyak dan Bilal, meskipun tidak ada yang bisa dimakan, karena saya menolak permintaan Konyak yang menurutku agak bias gender. (Ini pesan Konyak lewat sms undangan reuni :…. Bagi yang merasa ibu-ibu harap bawa makanan berat atau pun ringan”. Lho kok ibu-ibu aja! Jelas yang makan lebih banyak bapak-bapak dan semua yang disebut bapak-bapak itu pada bawa kendaraan sendiri! Itu protes saya, tapi tidak tersampaikan. )

Cipika-cipiki dengan sesama wanita. Saling mengomentari fisik dan anggota keluarga masing-masing. Bertukar resep, bertukar informasi alat kecantikan, ada yang nanya harga tanah, cerita kerepotan para wanita membawa ransum… Seru! Dan barulah acara dimulai, setelah semua pada makan, dibuka oleh saudara Muhammad Anwar (aku sempat lupa nama lengkap Konyak) dengan tentu saja, gaya politisinya. Ketika bapak-bapak serius membicarakan hal-hal berbau peluang bisnis,para wanita melanjutkan sesi reuni yang sebenarnya, mengenang kegilaan masing-masing di masa lalu. Menyenangkan sekali!

Acara dibubarkan setelah ada sedikit kejelasan tentang lanjutan peluang bisnis yang ditawarkan Mas Sarwo (pemilik tempat) dan beberapa teman yang memang punya peluang mengembangkan usaha di tempat itu. Tempat itu cukup strategis, ruko “capek” lantai (karena ngos-ngosan ketika sampai di tempat pertemuan), gedung permanen, bekas kantor,kira-kira sudah setahun kosong. Setelah acara foto-foto, masing-masing pulang dengan caranya sendiri-sendiri. Buat saya: What a relief reunion! Terbayar kangen dan penasaran bertahun-tahun oleh pertemuan itu.

Sesudah
Pertemuan yang terasa sangat singkat itu rasa-rasanya kurang. Masih banyak pertanyaan detail tentang teman-teman yang datang kala itu. Berikut adalah hal-hal yang aku lihat, rasakan, belajar dan bisa dijadikan bahan cerita untuk anak-anakku:
1. Menghargai perbedaan. Aku merasa sangat bangga dengan kebahagiaan yang ditampilkan secara tulus oleh teman-teman. Aku yakin teman-teman sudah merasa nyaman dengan pilihan masing-masing sehingga bisa saling menghargai perbedaan terkini.
2. Bekerja keras. Masing-masing ternyata menunjukkan kesamaan. Pekerja keras. Buat saya hasil akhir atau hasil terkini tidak perlu diurutkan dari nominal pendapatan, tapi bagaimana setiap orang telah menetapkan pilihan dan bekerja keras atasnya untuk mewujudkan pilihan-pilihan itu!
3. Semangat persaudaraan. Ya Tuhan, dalam hal ini saya bersyukur sekali menjadi bagian dari teman-teman yang hebat ini! Tak sedikitpun saya menyesali masa lalu semasa SMA yang pernah saya lewati bersama mereka. Luar biasa. Rasa persaudaraan itu begitu terasa buat saya. Saya bangga.
4. Jangan pernah meremehkan orang lain. Sebenarnya ini catatan untuk saya sebagai seorang pengajar yang setiap hari bertemu anak-anak. Ada kesadaran di bawah sadar saya, untuk tidak memberi label apapun pada mereka karena kondisi kekinian mereka. Maksud saya begini, saya tidak boleh mengatakan kepada murid saya bahwa si A tidak akan bisa ini itu. Si B pasti tidak akan berhasil…bla bla bla… Kondisi anak pada saat ini tidak sama dengan kondisi anak beberapa tahun sesudahnya. Karena mereka berkembang (pasti tahu cerita tentang Einstein atau Mozart yang dianggap tolol pada masa kecilnya). Jauh lebih baik bila saya mengatakan dan memasukkan hal-hal positif pada si anak sehingga ia mempercayainya dan bekerja untuk mewujudkannya. Lihat teman-teman saya! Ada yang dulu gak dianggap, eh sekarang jadi staf ahli! Ada yang dulu kecil dan pendiam, eh sekarang jadi pengurus partai yang loyal dan hebat! Ada yang dulu gak punya apa-apa, sekarang sudah jadi juragan! Ada yang dulu gak pede, eh sekarang punya istri yang kelewat cakep! Karena kita tidak pernah tahu nasib orang, lebih baik kita beri kata-kata positif terus untuk anak-anak kita… Itu maksud saya!

Saya pribadi mengharapkan, pertemuan ini membawa hal yang baik kepada semua orang sehingga masing-masing mendapatkan berkah dari ketulusan dan keunikan teman-teman kita.

Hidup persahabatan!
Persahabatan bagai kepompong! Mengubah ulat menjadi kupu-kupu! Persahabatan bagai kepompong! Hal yang tak mudah berubah jadi indah….. Na na na na na na na… (Sinden Tosca)