Minggu, 29 November 2009

Ketidaksempurnaan dalam kesempurnaan….



Menjadi seorang ibu, bagiku, adalah pilihan hidup. Sama halnya ketika hendak memutuskan untuk menikah. Tetapi menjadi ibu dari seorang putra yang berkebutuhan khusus, sama sekali bukan pilihanku. It’s a gift.

Perlu suatu energi positif yang sangat besar untuk melihat gift itu sesuai artinya: hadiah, anugerah. Karena kenyataan cenderung selalu membawaku untuk selalu berada pada energi negatif yang, kalau boleh, menolak anugerah itu.

Energi negatif yang kumaksud itu adalah: a) perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri karena seolah Tuhan yang biasanya baik itu, sedang menghukumku atas kesalahan masa laluku. b) perasaan yang seolah mengatakan “Rasakannn!!!!” mungkin dari orang-orang yang mungkin masih mempermasalahkan kesalahan-kesalahan di jaman dahulu. c) perasaan tidak mampu, tidak tahu apa yang harus dilakukan, untuk memenuhi kebutuhan putraku. d)pertanyaan: mengapa harus ada orang yang sangat jauh dari sempurna di dunia ini sehingga ia harus bergantung sepenuhnya kepada orang lain?

Perlu waktu yang sangat lama untuk sekedar menetralisir (bukan memenangkan) perasaan bersalah itu. Dalam hal itu saja, energi positif yang dipompa dan dikembangkan sudah sangat besar. Seseorang pernah menenangkanku dengan mengatakan, “Stop merasa bersalah, karena ini sama sekali bukan kesalahanmu!” Baru kemudian aku berani untuk melangkah lebih jauh guna berdamai dengan diriku sendiri.

Perlu waktu yang lama untuk kemudian berhenti mencari penyebab putraku memiliki kebutuhan khusus itu. Suatu saat, aku dan suamiku tiba pada satu pencerahan, dengan proses yang berbeda, bahwa tidak penting lagi untuk mempermasalahkan masa lalunya. Sehingga kami pun bersepakat untuk menyatukan upaya kami pada urusan masa depannya.

Lalu muncullah pemikiran-pemikiran positif dalam tingkat yang sekarang: a)bagaimana pun kehadiran seseorang di dunia ini bukan tanpa alasan. Tuhan tidak pernah menghadirkan seseorang ke dunia tanpa tujuan yang tentu baik. b)nama tengah putraku yang artinya Tuhan beserta kita, dengan harapan besar bahwa ketidaksempurnaannya akan selalu membuat orang lain bersyukur atas keadaannya. C)Kehadiran dan keluarbiasaannya menyadarkanku bahwa kesempurnaan tanpa ketidaksempurnaan adalah tidak sempurna. Karena tidak ada kesempurnaan absolute, maka setiap orang berhak menentukan titik kesempurnaannya masing-masing, tetapi tidak untuk dikejar hingga berdarah-darah. Anggap saja itu bagian dari kesempurnaan itu sendiri.