Selasa, 17 Februari 2009

Anak dan Sepeda Motor: Ungkapan Keprihatinan




Seorang anak perempuan kecil berkerudung menatapku tak berkedip di sebuah angkot. Aku serba salah, mungkin ada yang salah denganku. Aku coba tersenyum, namun ia tetap menatapku, tak berkedip. Bahkan ekspresinya pun tak berubah. Adakah yang salah denganku?

Aku mencoba membuang pandanganku ke arah lain, aku merasa tidak enak terus-terusan dipelototi seperti itu. Ketika aku kembali melihat anak perempuan yang duduk dengan seorang wanita, yang kuduga ibunya, aku jadi mengerti. Anak itu kini terkantuk-kantuk dan tertidur diantara ketiak ibunya. Jadi pandangan yang kutangkap tadi itu adalah pandangan anak mengantuk dan setengah sadar. Aku tertawa sendiri. Masih untung si anak tertidur di angkot. Kalau di sepeda motor?

Dengan adanya kekisruhan ekonomi dunia, harga minyak yang turun naik, dan harga kebutuhan yang naik terus, orang mencari cara untuk berhemat. Keadaan ini pula yang akhirnya dimanfaatkan oleh perusahaan pembuat motor untuk menaikkan penjualan. Dengan kemampuan beli masyarakat yang rendah, mereka menawarkan pembelian motor dengan kredit yang sangat mudah dan ringan. Jadilah kini orang banyak yang memakai motor daripada angkot. Ya,ditambah lagi dengan system transportasi kita yang tidak ramah orang.

Tapi memang orang Indonesia itu terkenal sangat berani. Saking beraninya sampai-sampai gak bisa bedain gagah berani dengan gagah nekat! Dengan model motor terbaru, yang lebih kecil dan power lebih rendah, berani-beraninya membawa beban yang lebih banyak. Anak-anak dan istri yang berbadan lebar dipaksa muat dalam satu motor yang Cuma nyaman bila dikendarai berdua. Anak ditaruh di depan menantang angin tanpa perlengkapan keamanan. Anak yang lain dijepitkan diantara badan ayah dan ibu yang kerepotan membawa barang yang lain. Sedangkan si ayah sering keasyikan ngepot memacu kendaraan seorah ia sedang seorang diri saja.

Coba saja lihat di jalan kalau sedang akhir minggu atau liburan. Kenekatan itu makin kentara sampai membuat yang melihat geleng-geleng kepala. Sekali lagi, anak-anak tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh perlindungan dari bahaya . Jika kecelakaan terjadi, mereka rentan sekali terkena bahaya. Kalaupun lagi untung, mereka terpapar trauma yang panjang karena menjadi saksi kerbunuhnnya anggota keluarganya di jalanan.

Semua keputusan selalu ada resikonya. Keputusan yang tidak bijak hanya dengan alasan tidak punya cukup uang untuk jalan-jalan bersama keluarga menggunakan kendaraan umum, aku rasa terlalu besar resikonya. Kalaupun harus terpaksa, ya sebaiknya anak-anak mendapatkan perlindungan keamanan yang layak.

Aku dan suamiku pun sudah sepakat untuk tidak menggunakan sepeda motor untuk pergi bersama-sama dengan anak-anakku. Terlau besar resikonya. Lebih baik kita sewa angkot, atau sewa motor lain, atau ya nggak pergi ke mana-mana. Aman kan? Memang ada banyak pilihan, tetapi hendaknya pilihan orang tua mengutamakan keselamatan si anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar